• Penyadapan Getah Pinus



    LAPORAN FIELDTRIP
    MATA KULIAH PEMANENAN HUTAN
    KE KPH GARUT, TASIKMALAYA DAN KAMPUNG NAGA
    19-20 Oktober 2013


    Kelompok 10

    Ketua      :
    Riany Sulastri
    E14110002
    Anggota  :
    Venza Rhoma S
    E14110024

    Galih Citra Y
    E14110038

    Farrah Putri A
    E14110058

    Agna Ilman Nafia
    E14110113


    Pertanyaan
    1.      Teknik dan metode penyadapan pinus
    2.      Produktivitas penyadapan pinus

    Jawaban No 1
    Pada tanggal 19 Oktober 2013, mahasiswa Manajemen Hutan melihat penyadapan pinus di BKPH Leles, Garut. Berdasarkan penjelasan dari ADM Perhutani BKPH Leles, Ir Insad luas hutan di Kabupaten Garut yaitu seluas 107.862 ha yang terbagi menjadi hutan konservasi 26.723,52 ha, hutan lindung 75.571,96 ha, hutan produksi terbatas 5.400,42 ha dan hutan produksi seluas 166,10 ha. Berdasarkan penuturan, hutan di wilayah BKPH Leles ini merupakan hutan lindung yang terbagi menjadi 3 zona yaitu zona pemanfaatan, zona lindung, dan zona lainnya. Zona lindung merupakan zona yang didalamnya tidak boleh dilakukan kegiatan atau aktivitas lain sedangkan zona lainnya merupakan zona yang dipakai untuk kegiatan bersama masyarakat seperti pembukaan sistem agroforestry. Sementara itu, di zona pemanfaatan dengan luas 15,62 ha terdapat aktivitas berupa penyadapan getah pinus sebagai hasil atau manfaat lain dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang telah berjalan sekitar 5 tahun.
    Berdasarkan pertimbangan efisiensi yang sesuai dengan keahlian para pekerja, dari 3 metode penyadapan getah yang ada yaitu metode rill, bor, dan quare maka BKPH ini lebih memilih menggunakan metode quare. Alat yang digunakan dalam penyadapan getah menggunkan metode ini cukup sederhana yaitu kadukul dan talang seng (kadukul sebagai alat pembuat luka atau koakan pada batang pohon pinus dan talang seng berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan getah pinus pada wadah getah yang berada di tanah). Proses penyadapan dengan metode koakan ini dimulai ±15 cm dari atas tanah dengan lebar koakan sebesar 4 cm sedangkan tinggi maksimal untuk metode ini yaitu 180 cm selama 3 tahun (dilakukan pembaharuan 1 hari sekitar 3 mm). Ketentuan ini didasarkan pada kelestarian pohon mengingat hutan tersebut digolongkan pada hutan lindung maka 1 pohon hanya maksimal dibuat 2 koakan saja.
    Salah satu cara untuk dapat meningkatkan jumlah getah Pinus yang keluar adalah dengan menggunakan stimulansia dalam proses penyadapan serta melakukan identifikasi ciri-ciri pohon pinus yang banyak menghasilkan getah. Jenis stimulan yang digunakan pada BKPH ini adalah CAS (Campuran Asam Sulfat). Komponen utama pada jenis stimulan ini adalah asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3) dan air. Meskipun kandungan asam ion natrium (NO2+) dan mono hidrogen sulfat (HSO4-) termasuk jenis asam kuat dan oksidator kuat yang dapat merusak kulit manusia, kayu dan lingkungan, namun jenis stimulan yang kurang ramah lingkungan ini tetap dipakai karena hanya jenis stimulan ini yang dapat bekerja optimal pada daerah di ketinggian lebih dari 1000 mdpl (Leles > 1000 mdpl).
    Sementara itu, umur dan bonita tegakan juga mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi getah pinus. Berdasarkan penuturan, pohon pinus di wilayah ini mulai disadap pada sekitar umur 11 tahun (KU III), sedangkan Perum Perhutani juga baru melaksanakan penyadapan setelah pohon umur 10 tahun (kelas umur III) dan dinyatakan bahwa produksi getah pada kelas umur V-VI telah mulai menurun. Getah pohon pinus mulai menurun setelah masa produksi 20 tahun dan mengalami sadap mati (sadap mati merupakan keadaan dimana pohon pinus tidak dapat lagi memproduksi getah) sekitar umur 30 tahun di hutan produksi, sedangkan di hutan lindung tidak dikenal sadap mati karena pohon-pohon pada hutan lindung tetap dijaga kelestariannya walaupun dimanfaatkan (penyadapan di hutan lindung dibatasi sampai ukuran koakan sebesar 180 cm).
    Jawaban No 2
                Pemanfaatan getah pinus di wilayah BKPH Leles ini memanfaatkan partisipasi/tenaga kerja yang berasal dari penduduk sekitar hutan. Wilayah pemanfaatan getah seluas 15,62 ha ini dibagi menjadi empat blok (1 blok sekitar 4 ha) dimana satu orang penyadap memegang 1 blok pemanfaatan getah pinus yang berkisar ada 1600 pohon/bloknya. Berdasarkan penuturan penyadap, produktivitas getah pinus yang dihasilkan adalah ± 4 gram/hari/pohon. Sehingga perbulannya seorang penyadap dapat memperoleh getah sekitar 192 kg getah pinus. Hasil dari penyadapan tersebut kemudian diangkut ke TP atau Tempat Penyimpanan yang terdapat di setiap bloknya. TP tersebut terdiri dari drum – drum yang nantinya diisi dengan getah pinus. Setelah drum – drum di TP penuh, kemudian getah tersebut diangkut ke TPG (Tempat Pengumpulan Getah) di BKPH. Dari Tempat Pengumpulan Getah kemudian getah tersebut dijual ke pabrik oleh pihak kehutanan. Pemanenan getah pinus oleh penyadap dilakukan 15 hari sekali ke BKPH Leles. Harga getah per-kg yang diberikan pihak BKPH kepada penyadap berbeda – beda berdasarkan mutu dari getah tersebut. Mutu dari getah dibedakan menjadi 3 yaitu mutu A, mutu B, dan mutu C berdasarkan kemurnian getah. Getah dengan mutu A dihargai sekitar Rp 2.700,00/kg. Setelah itu, getah diolah lebih lanjut di pabrik untuk dijadikan terpentin dan lain – lain.

0 komentar:

Posting Komentar